Organik Populer Namun Sulit Diterapkan Petani

Pertanian Organik Bisakah Eksis?

Sudah banyak artikel mengenai banyaknya manfaat hasil pertanian organik. Mulai dari kesehatan dan juga dampaknya terhadap lingkungan. Tapi petani-petani di desa sepertinya tidak peduli dengan bertani dengan cara organik. Kenapa?

Ada perbedaan mendasar antara organik dan pertanian yang tidak organik. Pertanian organik tidak memakai bahan-bahan kimia untuk membasmi hama, pupuk yang digunakan pun pupuk alami hasil fermentasi sampah-sampah organik.

ilustrasi-bertani-organik

Budaya.

Masyarakat enggan bertani organik karena dianggap menyusahkan, untuk membasmi hama akan lebih mudah dengan menggunakan insektisisa ataupun herbisida, tinggal membelinya di warung terdekat dan memasukkannya ke dalam alat semprot dan tinggal menyemprotkannya pada hama. Tidak seperti pertanian organik yang harus mengumpulkan kotoran ternak, menyampurnya dengan sampah organik dan memfermentasi.

Masalahnya masyarakat sudah menerapkan cara kimia bertahun-tahun bahkan mungkin puluhan tahun, sulit untuk mengubah teknik yang sudah menjadi tradisi. Edukasi saja mungkin kurang untuk masyarakat mengenai pertanian organik, mereka perlu contoh orang yang juga berhasil menerapkan pertanian organik di lingkungan sekitar, bukan dari televisi ataupun surat kabar.
 

Ribet

Ada sumber yang menyatakan bahwa, pertanian organik harus konsisten, tidak boleh menggunakan cara-cara yang tidak organik seperti pembasmian hama dengan menggunakan bahan kimia ataupun penggunaan pupuk kimia. Untuk persiapannya lahannya juga membutuhkan perlakuan khusus, dan memakan waktu setengah hingga satu tahun. Ini tentu waktu yang tidak singkat. Waktu selama 6 bulan setidaknya mampu panen 2 kali jika menggunakan cara kimia.

Penanganan untuk mencegah hama, harus dilakukan dengan menjaga ekosistem alaminya. Di desa ekosistem alami sudah sangat rusak, ular dan burung hantu dibasmi akhirnya populasi tikus meningkat drastis, menyebabkan tumbuhan tumbuhan pertanian masyarakat banyak dimakan tikus. Masyarakat yang sudah gerah dengan keadaan ini mengambil solusi juga dengan sangat cepat dengan meracun tikus, apa yang terjadi? Kucing-kucing masyarakat juga ikut mati karena makan tikus yang diracun.

Masyarakat Tidak Siap

Karena membutuhkan waktu persiapan yang cukup lama, masyarakat menengah di desa yang hanya mengandalkan pertanian sebagai sumber penghasilannya tentu tidak akan siap dengan konsekuensinya. Penghasilan akan menurun karena tidak ada panen. Pengeluaran semakin membesar, karena persiapan lahan dan juga konsumsi sehari-hari.

Konklusi

Pertanian organik mungkin jelas secara konsep, banyak juga disosialisasikan, tapi untuk realisasi, masyarakat masih cenderung kaget dengan cara-cara pertanian organik yang tanpa menggunakan bahan kimia buatan sama sekali. Persiapan lahan yang cukup lama membuat masyarakat menjadi ragu untuk beralih menjadi petani organik terutama bagi petani yang mengandalkan pemasukannya dari pertanian saja. Untuk menerapkan pertanian organik perlu adanya ketegasan dalam merawat ekosistem sehingga hama tidak menyerang pertanian. Dan jika ketegasan itu tidak ada maka akan sulit untuk menerapkan pertanian organik.

Cao


Koharndeso

Komentar

Postingan populer dari blog ini

kopopo ft. VY1

Update Baka (24 Agustus 2021)

Berhadapan dengan Monster